Sabtu, 12 Mei 2018

Kopi Arabica Lembah Baliem adalah nama kopi yang diberikan pemerintah di provinsi Papua kepada kopi yang diproduksi di kawasan lembah Baliem dan sekitarnya.

Nama Kopi Arabica Lembah Baliem ialah nama kelompok petani kopi nama indikadi geogtafis ptoduk.

Sementara itu Baliem Blue Coffee ialah nama produk yang akan dijual dalam bentuk kopi bubuk dan kopi sangrai langsung dari Tanah Papua.

papuamart.com menjadi tempat promosi dan penjualan produk masyarakat Tanah Papua

Jumat, 29 September 2017

Keragaman produk lokal Indonesia selama ini belum mendapat pengakuan dan perlindungan. Sertifikasi indikasi geografis dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual dibuat untuk mengatasi masalah tersebut.

Dalam pembukaan acara Pasar Indikasi Geografis kemarin (13/05), Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menjelaskan Indikasi Geografis (IG) atau Geographical Indication yang sudah digagas Indonesia sekitar 10 tahun lalu.



Pada dasarnya IG adalah sebuah sertifikasi dilindungi undang-undang yang diberikan pada produk tertentu yang sesuai dengan lokasi geografis tertentu atau asal (seperti kota, wilayah, atau negara). IG mengakui produk dengan kualitas tertentu, dibuat sesuai dengan metode tradisional, atau menikmati reputasi tertentu dan atribut wilayah tertentu.

Produk-produk tersebut umumnya berupa produk tradisional yang dihasilkan masyarakat pedesaan dari generasi ke genarasi. Produk ini bahkan telah dikenal luas di pasar karena kualitasnya spesial. 



"Contoh kasus terkait IG di Indonesia adalah merek Beras Pandan Wangi Cianjur. Merek ini seharusnya merujuk pada beras yang dihasilkan di Cianjur dan dibudidayakan dengan cara atau metode tertentu. Namun karena belum ada aturan jelas, selama ini banyak produk beras bisa menggunakan merek Pandan Wangi Cianjur begitu saja," jelas Lisa Virgiano yang menjadi fasilitator acara. 

Sistem IG di dunia pertama kali diperkenalkan Prancis sejak awal abad ke-20. Pemerintah Prancis memberikan Appellation d'Origine Contrôlée (AOC) pada produk lokal yang memiliki kriteria geografis tertentu dan kriteria khusus lainnya. Seperti keju Roquefort yang merupakan keju susu domba dari trah Lacaune, Manech, dan keturunan Basco-Bearnaise. Hanya keju yang disimpan dalam gua-gua Combalou di wilayah Roqueforty-sur-Soulzon saja yang boleh diberi nama Roquefort.

Pada tatanan internasional, perlindungan sistem IG tertuang dalam norma Persetujuan Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs). Sementara di Indonesia, IG diatur dalam UU Merek No. 15 Tahun 2001 Pasal 56 ayat (1).

Hasil bumi Indonesia yang begitu melimpah dan beragam perlu untuk dilindungi. Terutama produk yang memiliki ciri khas karena faktor alam, lingkungan geografis, manusia, atau kombinasi dari berbagai faktor tersebut menunjukkan karakter daerah asal tempat produk dihasilkan.

Saat ini ada 35 produk IG Indonesia yang didaftarkan ke DJKI. Diantaranya Kopi Arabika Kintamani Bali, Pala Tapaktuan Aceh, Pala Fakfak Papua, Garam Laut Amed Bali, Beras Adan Krayan, Kopi Arabika Flores Bakawa, Tenun Ikat Sikka, dan lainnya. Info produk bisa diakses di www.dgip.go.id dengan menu Indikasi Geografis.

"Selain melindungi produk daerah agar tidak diklaim perusahaan besar, sertifikasi IG bertujuan memberi nilai lebih para produk lokal. Seperti garam amed Bali yang tadinya sudah mau gulung tikar karena tidak kuat bersaing. Setelah mendapat pembinaan dan dilakukan pendekatan khusus, kini garam amed diproduksi kembali," ujar Parlagutan Lubis dari DJKI.



Ia mengatakan ke depannya IG bisa turut mempromosikan sebuah daerah dan membuat ekonomi daerah tersebut berkembang.

Untuk memperkenalkan ragam produk IG, DJKI bekerja sama dengan pemerintah Swiss melalui program Indonesia-Swiss Intellectual Property Project (ISIP), dan Potato Head Jakarta mengadakan Pasar Indikasi Geografis atau GI Market Place di Potatoe Head Pacific Place.

Selain produk IG, Pasar Indikasi Geografis turut menghadirkan rangkaian lokakarya cita rasa dengan narasumber Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG). Acara ini berlangsung pada 14-15 Mei 2016, pukul 10.00-17.00 WIB.

Tak ketinggalan, tim Potato Head Pacific Place sudah menyiapkan 3 menu makanan dan 3 minuman berbahan produk IG yang bisa dinikmati pengunjung umum mulai 9-22 Mei 2016. Pilihan menunya antara lain Braised Beef Short Rib, Char Grilled Fresh Tuna, Krayan Organic Rice Pudding, Pandan Pinacolada, Mangosteen Negroni, dan Gayo Espresso Martini. Harga tiap menu mulai dari Rp 80.000++ sampai Rp 300.000++.
(odi/lus)

Sunber: https://food.detik.com/read/2016/05/15/141435/3210735/294/sertifikasi-indikasi-geografis-sangat-perlu-untuk-lindungi-produk-lokal-unggulan
Makalah
SERTIFIKASI INDIKASI GEOGRAFIS SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN NILAI TAMBAH KOMODITAS KOPI KINTAMANI
(Suatu Tinjauan Relevansi Perlindungan Indikasi Geografis dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek)







Diajukan  guna melengkapi tugas UKD III Mata Kuliah Hukum Kekeyaan Intelektual
yang diampu oleh Bapak Munawar Kholil, S.H., M.Hum.
Oleh :
Nama        : Ira Oktafia Latifah
NIM          : E0008168
Kelas         : E

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
Sumber: http://ceritairaoktafia.blogspot.co.id/2012/03/abstraksi-undang-undang.html


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Hak Kekayaan Intelektual sesungguhnya bukan hanya paten dan hak cipta. Indikasi Geografis juga merupakan salah satu rezim Hak Kekayaan Intelektual. Indikasi Geografis mewujud sebagai tanda yang biasanya terdiri dari nama produk, mutu, atau juga simbol dan penamaan maupun ciri-ciri yang yang disebabkan oleh karakter geografis atau manusia dari tempat asalnya. Contoh Indikasi Geografis adalah keju Requefort dari daerah Requefort Perancis atau beras Basmati yang terkenal dengan sebutan bahasa aslinya dari Haryana India. Di Indonesia, potensi yang kini tengah dijagokan untuk menjadi Indikasi Geografis terdaftar pertama adalah Kopi Kintamani dari daerah Kintamani, Bali.
Perlindungan rezim Indikasi Geografis sesungguhnya menarik untuk dikembangkan di negara-negara Asia, khususnya Indonesia. Selain sebagai rezim Hak Kekayan Intelektual yang perlindungannya masih paling terbuka bagi pengaruh keragaman budaya bangsa-bangsa di dunia, Indikasi Geografis juga amat menghargai keterkaitan historis antara suatu produk dengan tempat asalnya. Karakter kepemilikannya pun bersifat komunal atau kolektif. Selain itu, Indikasi Geografis juga amat potensial untuk menjamin agar keuntungan ekonomis tertinggi dari suatu produk dapat tetap dinikmati oleh produsen dari daerah asal produk itu sendiri. Bahkan, di beberapa negara maju Indikasi Geografis secara signifikan telah menaikkan standar kehidupan masyarakat lokal yang terancam kemiskinan karena kedudukannya yang jauh dari pusat.
Secara teoritis, produk yang potensial untuk dilindungi rezim Indikasi Geogafis dapat berupa produk-produk pertanian, pangan, dan bahkan barang-barang kerajinan, selama produk-produk tersebut mengusung nama tempat asal, dan kualitasnya secara nyata dipengaruhi oleh karakteristik khas tempat asalnya tersebut.
Meskipun menurut Perjanjian Multilateral tentang Aspek-Aspek Hak Kekayaan Intelektual Yang Terkait Dengan Perdagangan atau Perjanjian TRIPs (the Agreement of Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights atau TRIPs Agreement),Indikasi Geografis merupakan rezim yang sama penting dengan rezim-rezim Hak Kekayaan Intelektual terkenal lainnya seperti paten, merek, atau hak cipta; Indikasi Geografis belum begitu populer, terutama di negara-negara Asia. Di Indonesia, Indikasi Geografis merupakan aturan sisipan dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, yang baru dikembangkan belakangan (Rachmadi Usman, 2003 : 356)
Sejak tahun 2001, desakan banyak negara untuk merivisi isi Perjanjian TRIPs makin mengemuka. Desakan tersebut dijembatani dengan diselenggarakannya Konferensi Tingkat Menteri Organisasi Perdagangan Dunia IV (The Fourth World Trade Organization / WTO Ministreal Confrence)  di Doha, Qatar. Hal ini diikuti dengan langkah-langkah nyata beberapa negara Asia untuk mulai membangun sistem perlindungan Indikasi Geografisnya dengan tidak mengkhususkan perlindungan Indikasi Geografis terkuat hanya bagi minuman anggur dan minuman keras yang dinilai terlalu bercorak Barat, tetapi juga bagi produk-produk lainnya, sehingga produk-produk primadona nasional tiap-tiap negara itu juga bisa tercakup dalam perlindungannya.
Mengenai upaya perlindungan produk lokal berupa Indikasi Geografis di Indonesia, Pemerintah telah mengeluarkan produk hukum berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Perlindungan Indikasi Geografisyang mengatur mekanisme pendaftarannya di Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM.
Menyadari sedikitnya jumlah permohonan, Ditjen Hak Kekayaan Intelektual kini mencoba melakukan terobosan dengan cara mendatangi dan melakukan sosialisasi kepada masyarakat di sentra-sentra yang berpotensi memiliki komoditas perkebunan dan pertanian untuk didaftarkan. Pendaftaran produk itu akan memberikan nilai tambah dan keuntungan kepada para stake-holders yang terlibat seperti petani dan eksportir. Selain itu, pendaftaran produk juga merupakan bagian dari strategimarketing, sehingga produknya bisa lebih mahal dari produk sejenis.
Sertifikasi Indikasi Geografis bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk pertanian. Yakni dengan menjual keunikan dari citra rasa produk pertanian yang dihasilkan suatu daerah dan tidak dimiliki daerah lain. Namun, sampai saat ini amanat perlindungan Indikasi Geografis baru direalisasikan atas produk kopi arabika Kintamani Bali, suatu tindakan lamban apabila dibandingkan dengan negara-negara lainnya.

B.       Rumusan Masalah
Berdasarkan substansi yang diuraikan diatas, maka Penulis bermaksud untuk merumusan  masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana ketentuan mengenai Indikasi Geografis dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek?
2.      Bagaimana relevansi pemberian sertifikasi Indikasi Geografis dikaitkan dengan upaya peningkatan nilai tambah komoditas Kopi Kintamani?


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.    Tinjauan Umum Mengenai Indikasi Geografis
Belakangan ini, masyarakat dan perusahaan sering ingin menggunakan nama geografis untuk menunjukkan asal dari barang atau jasa yang mereka tawarkan kepada masyarakat, misalkan Kopi Toraja, Bika Ambon dll. Makna dari Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal barang yang dikaitkan dengan kualitas, reputasi atau karakteristik lain yang sesuai dengan asal geografis barang tersebut. Agar dapat dilindungi oleh Undang-Undang, Indikasi Geografis harus didaftarkan terlebih dahulu di kantor Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Indonesia (Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Tim Lindsey dkk, 2006). Sedangkan pengertian Indikasi Geografis menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 56 :
1.      Indikasi Geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan.
2.      Indikasi Geografis mendapatkan perlindungan setelah terdaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh :
a.    Lembaga yang mewakili masyarakat di daerah yang memproduksi barang yang bersangkutan, yang terdiri atas :
1)      Pihak yang mengusahakan barang yang merupakan hasil alam atau kekayaan alam.
2)      Produsen barang hasil pertanian
3)      Pembuat barang-barang kerajinan tangan atau hasil indrustri ; atau
4)      Pedagang yang menjual barang tersebut
b.   Lembaga yang diberikan kewenangan untuk itu ; atau
c.    Kelompok konsumen barang tersebut.

Perlindungan Indikasi Geografis di Indonesia
Indikasi Geografis (IG) di Indonesia memuat perlindungan kolektif dan tertuang dalam Undang-Undang hak eksklusif Perlindungan Indikasi Geografis terhadap suatu produk kepada masyarakat, bukan kepada individu atau perusahaan tertentu. Secara nasional perlindungan Indikasi Geografis diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, dan setelah mengalami beberapa perubahan dan penyempurnaan maka pada tanggal 4 September 2007 keluarlah  Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 Tentang Perlindungan Indikasi Geografis.
Beberapa contoh Indikasi Geografis dari Indonesia :
1.            Bika Ambon
2.            Kopi Jawa
3.            Kopi Toraja
4.            Kopi Arabika Kintamani
5.            Wajit Cililin, dll
Masih banyak lagi kekayaan Indikasi Geografis yang harus di daftarkan, karena tersebar luas di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, peran Pemerintah Daerah untuk menginventarisasi dan membantu dalam mendaftarkan kekayaan Indikasi Geografis yang dimilikinya penting untuk dilakukan.
Jika kita perhatikan, Indonesia sangat kaya akan kekayaan alam berupa hasil-hasil pertanian, barang-barang kerajinan tangan dan hasil indrustrinya, sangat banyak sekali potensi Indikasi Geografis yang perlu segera di daftarkan ke Kantor Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Indonesia.

Tahapan pendaftaran Indikasi Geografis (IG)  
Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 pada tanggal 4 September 2007  sebagai  aturan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 yang mengatur perlindungan Indikasi-Geografis, maka hal tersebut telah membuka jalan untuk bisa didaftarkannya produk-produk Indikasi Geografis di tanah air.  Peraturan Pemerintah Nomor  51 Tahun 2007 memuat ketentuan-ketentuan mengenai tatacara pendaftaran Indikasi-Geografis, adapun tahap tatacara  diuraikan sebagai berikut :
 ITahap Pertama : Mengajukan Permohonan

Setiap Asosiasi, produsen atau organisasi yang mewakili  produk Indikasi Geografis  dapat mengajukan permohonan dengan memenuhi persyaratan–persyaratan yaitu dengan melampirkan :

·         Permohonan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh Pemohon atau melalui Kuasanya dengan mengisi formulir dalam rangkap 3 (tiga) kepada Direktorat Jenderal
·         Surat kuasa khusus, apabila Permohonan diajukan melalui Kuasa;
·         Bukti pembayaran biaya
·         Buku Persyaratan yang terdiri atas:
a.       Nama Indikasi-geografis yang   dimohonkan pendaftarannya;
b.      Nama barang yang dilindungi oleh Indikasi Geografis;
c.       Uraian mengenai karakteristik dan kualitas yang membedakan barang tertentu dengan barang lain yang memiliki kategori sama, dan menjelaskan tentang hubungannya dengan daerah tempat barang tersebut dihasilkan;
d.      Uraian mengenai lingkungan geografis serta faktor alam dan faktor manusia yang merupakan satu kesatuan dalam memberikan pengaruh terhadap kualitas atau karakteristik dari barang yang dihasilkan;
e.       Uraian tentang batas-batas daerah dan/atau peta wilayah yang dicakup oleh Indikasi-geografis;
f.       Uraian mengenai sejarah dan tradisi yang berhubungan dengan pemakaian Indikasi-geografis untuk menandai barang yang dihasilkan di daerah tersebut, termasuk pengakuan dari masyarakat mengenai Indikasi-geografis tersebut;
g.      Uraian yang menjelaskan tentang proses produksi, proses pengolahan, dan proses pembuatan yang digunakan sehingga memungkinkan setiap produsen di daerah tersebut untuk memproduksi, mengolah, atau membuat barang terkait;
h.      Uraian mengenai metode yang digunakan untuk menguji kualitas barang yang dihasilkan; dan
i.        Label yang digunakan pada barang dan memuat Indikasi Geografis.

·         Uraian tentang batas-batas daerah dan/atau peta wilayah yang dicakup oleh Indikasi Geografis yang mendapat rekomendasi dari instansi yang berwenang.

II. Tahap Kedua : Pemeriksaan Administratif

Pada tahap ini Pemeriksa melakukan pemeriksaan secara cermat danpermohonan untuk melihat apabila adanya kekurangan-kekurangan persyaratan yang diajukan. Dalam hal adanya kekurangan Pemeriksa dapat mengkomunikasikan hal ini kepada pemohon untuk diperbaiki dalam tenggang waktu 3 (tiga) bulan  dan apabila tidak dapat diperbaiki maka permohonan tersebut ditolak.

III. Tahap Ketiga : Pemeriksaan Substansi   
   
 Pada tahap ini permohonan diperiksa. Permohonan Indikasi Geografis dengan tipe produk yang berbeda-beda, Tim Ahli yang terdiri dari para Pemeriksa yang ahli  pada bidangnya memeriksa isi dari pernyataan-pernyataan yang yang telah diajukan untuk memastikan kebenarannya dengan pengkoreksian, setelah dinyatakan memadai maka akan dikeluarkan Laporan Pemeriksaan yang usulannya akan disampaikan kepada Direktorat Jenderal.
Dalam Permohonan ditolak maka pemohon dapat mengajukan tanggapan terhadap penolakan tersebut, Pemeriksaan substansi dilaksanakan paling lama selama 2 Tahun. 

IV. Tahap Keempat : Pengumuman
    
Dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari sejak tanggal disetujuinya Indikasi Geografis untuk didaftar maupun ditolak, Direktorat Jenderal mengumumkan keputusan tersebut dalam Berita Resmi Indikasi Geografis selama 3 (tiga) bulan.
 Pengumuman akan memuat hal-hal antara lain:  nomor Permohonan, nama lengkap dan alamat Pemohon,  nama dan alamat Kuasanya, Tanggal Penerimaan, Indikasi-geografis dimaksud, dan abstrak dari Buku Persyaratan.


V.  Tahap Ke Lima : Oposisi Pendaftaran

Setiap orang yang memperhatikan Berita Resmi Indikasi geografis dapat mengajukan oposisi dengan adanya Persetujuan Pendaftaran Indikasi Geografis yang tercantum pada Berita Resmi Indikasi Geografis. Oposisi diajukan dengan membuat keberatan disertai dengan alasan-alasannya dan pihak pendaftar / pemohon Indikasi geografis dapat mengajukan sanggahan atas keberatan tersebut.

VI. Tahap Ke Enam : Pendaftaran

      Terhadap Permohonan Indikasi Geografis yang disetujui dan tidak ada oposisi atau sudah adanya keputusan final atas oposisi untuk tetap didaftar. Tanggal pendaftaran sama dengan tanggal ketika diajukan aplikasi. Direktorat Jenderal  kemudian memberikan sertifikat Pendaftaran Indikasi Geografis, Sertifikat dapat diperbaiki apabila terjadi kekeliruan.

VII.  Tahap Ketujuh Pengawasan terhadap Pemakaian Indikasi Geografis
       
Pada Tahap ini  Tim Ahli Indikasi Geografis mengorganisasikan dan memonitor pengawasan terhadap pemakaian Indikasi-geografis di wilayah Republik Indonesia. Dalam hal ini berarti bahwa Indikasi Geografis yang dipakai tetap sesuai sebagaimana buku persyaratan yang diajukan.
    
VIII. Tahap Kedelapan : Banding
    
Permohonan banding dapat diajukan kepada Komisi Banding Merek oleh Pemohon atau Kuasanya terhadap penolakan Permohonan dalam jangka waktu 3 (tiga Bulan) sejak putusan penolakan diterima dengan membayar biaya yang telah ditetapkan. (www.publik.hki.go.id)
Perlindungan Indikasi Geografis bertujuan sebagai perlindungan terhadap produk, mutu dari produk, nilai tambah dari suatu produk dan juga sebagai pengembangan pedesaan. Karena Indikasi Geografis (IG) merupakan salah satu komponen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang penting dalam kegiatan perdagangan, khususnya memberikan perlindungan terhadap komoditas perdagangan yang terkait erat dengan nama daerah atau tempat asal produk barang. Dengan adanya produk Indikasi Geografis, reputasi  suatu kawasan akan ikut terangkat, di sisi lain juga dapat melestarikan keindahan alam, pengetahuan tradisional, serta sumber daya hayati,  dan juga akan berdampak pada pengembangan agrowisata, Indikasi Geografis juga akan merangsang timbulnya kegiatan-kegiatan lain yang terkait seperti pengolahan lanjutan suatu produk. Semua kegiatan ekonomi akibat adanya Indikasi Geografis tersebut, secara otomatis ikut mengangkat perekonomian kawasan perlindungan Indikasi Geografis itu sendiri.
B.     Tinjauan Umum Mengenai Kopi Kintamani
Ada dua jenis kopi bali yang memiliki reputasi internasional. Pertama: kopi Kintamani, kedua: kopi Pelaga. Kedua julukan ini merujuk pada nama daerah tempat tanaman itu dibudidayakan. Kopi Kintamani dikembangkan para petani di Desa Belantih, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Sementara Pelaga adalah ciri khas kopi asal Desa Pelaga, Petang, Badung-sekitar 45 kilometer sebelah utara Denpasar.
Kopi Kintamani merupakan suatu produk yang memiliki karakteristik yang dikarenakan adanya faktor alam, di mana ciri dan kualitas yang ada pada kopi ini berbeda dengan kopi lainnya sehingga jenis kopi ini termasuk dalam syarat sebagai produk Indikasi Geografis.
 Dunia menyebut kopi Kintamani sebaga kopi rasa jeruk. Perpaduan rasa itu didapat bukan dari rekayasa. Rasa jeruk pada kopi ini, murni alamiah. Kalaupun dianggap ada rekayasa genetik, itupun hanya pada teknik penanaman yang tidak disengaja. Oleh petani di Belantih, bibit kopi jenis arabika ini ditanam berdekatan (tumpangsari) dengan perkebunan jeruk. Hal itu sulit terelakkan karena jeruk kintamani juga menjadi komoditi andalan Kabupaten Bangli. Pemanfaatan areal tanam ini, siapa sangka, memberi pengaruh pada cita rasa kopi.
Tidak disangsikan lagi bahwa kopi Kintamani adalah produk khas Indonesia dan Indonesia adalah satu-satunya negara yang menghasilkan kopi Kintamani. Untuk menjamin perlindungan yang lebih baik serta memberikan pendapatan yang sepadan kepada produsen-produsennya, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman Indonesia telah mengembangkan suatu operasi percontohan tentang produk Indikasi Geografis pertama, yaitu kopi di daerah Kintamani (Provinsi Bali).
Masing-masing daerah memiliki keunikan dan ciri khas yang tidak bisa dipertukarkan. Indikasi Geografis memang menuntut adanya keterangan daerah penghasil sebagai keterangan asal barang, sehingga kopi ini tidak bias dipertukarkan antara satu daerah dengan daerah penghasil lainnya.
Daerah ini dianggap paling cocok untuk menjadi daerah pilot Indikasi Geografis, dengan empat alasan utama, yaitu reputasi yang telah lama, kekhususan yang sangat baik (aroma seperti buah jeruk nipis), suatu organisasi tradisional produsen di subak abian (organisasi sosial-religi pedesaan) dan sebuah nama yang sudah dikenal di dunia (Bali).
Kini, setelah melalui upaya penelitian yang panjang dari Ditjen HAKI, kopi Arabika Kintamani telah menjadi produk Indikasi Geografis pertama yang didaftarkan di Indonesia. Dengan pemberian sertifikat itu, kelompok masyarakat enam kecamatan yaitu Kecamatan Kintamani, Kecamatan Bangli, Kecamatan Petang, Kecamatan Sukesade, Kecamatan Sawan dan Kecamatan Ubutambahan sudah bisa menempelkan atribut indikasi geografis kopi Kintamani Bali pada kemasan produk mereka.

BAB III
PEMBAHASAN

A.      Ketentuan Mengenai Indikasi Geografis dalam Undang-Undang Tentang Merek Nomor 15 Tahun 2001

Di Indonesia, tatanan peraturan perundang-undangan Hak Kekayaan Intelektual yang mengatur Indikasi Geografis terdapat dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Undang-Undang ini adalah hasil akhir dari perubahan Undang-Undang Noomor 14 Tahun 1970 juncto Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Merek.
Pertama-tama, Indikasi Geografis hanya diatur dalam peraturan sisipan. Kemudian, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 membentuk Bab tersendiri untuknya, yakni Bab VII Bagian I tentang Indikasi Geografis dan Bab VII Bagian II tentang Indikasi Asal. Dengan cara pengaturan terakhir ini, Indikasi Geografis dianggap sebagai bagian dari Merek atau Merek dengan karakter khusus. Hal ini mengandung resiko, bahwa cakupan Indikasi Geografis ditafsirkan lebih sempit dari merek, padahal belum tentu tepat.
Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek yang kini efektif berlaku, terdapat juga ketentuan baru diluar Bab Indikasi Geografis, yang memperluas cakupan merek dan menyiratkan pengakuan atas keberadaan Indikasi Geografis. Ketentuan ini adalah Pasal 6 ayat (1)c Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, yang menetapkan bahwa permohonan pendaftaran merek harus ditolak jika merek tersebut memiliki persamaan esensial atau persamaan pada pokoknya, atau persamaan secara keseluruhan, dengan Indikasi Geografis yang telah dikenal.
Sebagai bagian dari merek, prinsip-prinsip perlindungan merek juga berlaku bagi Indikasi Geografis. Dalam konteks ini, penting untuk dicatat bahwa Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 menentukan adanya “kaidah penunjuk”. Pertama, dalam Pasal 56 ayat (3), ditentukan bahwa Pasal 21-25 yang mengatur pengumuman permohonan pendaftaran merek juga harus diaplikasikan secara mutatis mutandis kepada permohonan pendaftaran Indikasi Geografis. Kedua, berdasarkan Pasal 60 ayat (6), sistem banding atas Keputusan Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual selaku pihak yang berwenang mendaftarkan Indikasi Geografis, harus sesuai dengan sistem banding yang terdapat dalam sistem pendaftaran merek yang diatur dalam Pasal 32-34 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek. Ketiga, dalam penegakan hukum, Pasal 57 dan 58 Undang-Undang tersebut menentukan adanya hak untuk memperkarakan pemakaian ilegal dan memproses upaya hukum untuk menahan agar kerugian tidak terus bertambah. Dari uraian tersebut, tampak bahwa beberapa bagian dan tahap dari sistem perlindungan merek sama persis dengan bagian dan tahap sistem perlindungan Indikasi Geografis (Miranda Risang Ayu, 2006 : 151)
Meskipun demikian, terdapat sebuah ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek yang cenderung melemahkan kmungkinan suatu Indikasi Geografis untuk dilindungi sebagai merek terdaftar. Ketentuan ini adalah Pasal 5(d) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001, yang menetapkan lima elemen yang menjadi dasar penolakan registrasi merek.
Berkaitan dengan perlindungan Indikasi Geografis, elemen yang terpenting adalah elemen kelima, yang menyatakan bahwa suatu merek tidak bisa didaftarkan jika merek itu “mengandung informasi atau terkait dengan barang atau jasa yang tengah dimohonkan perlindungan”. Menurut tafsir yuridis, pengertian “mengandung informasi” bermakna bahwa merek itu hanya tampil sebagai “informasi” yang dalam kaitannya dengan Indikasi Geografis, hanya merupakan “informasi tempat asal” suatu barang atau jasa.
Keberadaan Pasal 5(d) ini menjadi pokok contraditio in terminis atau kontradiksi didalam sistem, karena kemungkinan perlindungan yang ditawarkan oleh Undang-Undang tersebut ternyata dilemahkan atau dilawan oleh salah satu ketentuan didalam Undang-Undang itu sendiri. Sejauh ini, belum ada klausul yang mengecualikan Indikasi Geografis untuk tetap dilindungi seperti yang terdapat dalam sistem perlindungan Australia dan Amerika Serikat. 
Meskipun telah berevolusi selama berabad-abad, Indikasi Geografis mungkin bukan Hak Kekayaan Intelektual yang sepopuler paten, hak cipta, atau merek. Kekurang-populeran ini tampaknya disebabkan oleh jumlah produk Indikasi Geografis yang dapat dilindungi di berbagai negara jumlahnya memang tidak sebanyak produk-produk yang bisa dipatenkan atau mungkin dilindungi melalui rezim merek atau hak cipta. Terlebih lagi, ketika tampak bahwa perjanjian TRIPs yang kini berlaku, ternyata seperti mengkhususkan perlindungan Indikasi Geografis hanya bagi produk minuman anggur dan minuman keras. Timbul kesan bahwa seakan-akan, Indikasi Geografis memang hanya penting melindungi kedua jenis produk itu, yang tipikal merupakan primadona produk negara-negara Komunitas Eropa saja. Selain itu, memang belum ada kesepakatan dari berbagai anggota TRIPs mengenai cara paling efektif untuk melindungi potensi-potensi Indikasi Geografis baik ditingkat nasional maupun internasional.
Jadi, di seluruh dunia memang presentase Indikasi Geografis yang terdaftar tidak pernah lebih dari setengah presentase ketiga rezim lainnya. Meskipun demikian, Indikasi Geografis memiliki sigifikasi yang cukup tinggi bagi Indonesia karena beberapa sebab, diantaranya:
a)      Sebagai penandatangan Perjanjian TRIPs, adanya sistem perlindungan Indikasi Geografis yang implementatif di tingkat nasional akan meningkatkan integritas Indonesia di mata dunia internasional;
b)      Adanya keuntungan bagi negara pemula untuk memilih sistem Indikasi Geografis yang cocok dengan kepentingan nasionalnya dalam masa transisi ini. Karena sistem implementasi perlindungan Indikasi Geografis yang sekarang belaku secara internasional masih amat beragam dan belum disepakati bersama, Indonesia dapat mempergunakan kedaulatannya untuk membangun sistem sendiri yang paling cook bagi kepentingan nasional, sesuai dengan nilai-nilai masyarakatnya sendiri, sambil terus berpijak kepada prinsip-prinsip dasar Perjanjian TRIPs;
c)      Karakter kepemilikan Indikasi Geografis yang kolektif atau komunalistik sejalan dengan nilai-nilai ketimuran dan keindonesiaan yang lebih menghargai kepemilikan bersama daripada kepemilikan pribadi;
d)     Jangka waktu perlindungan Indikasi Geografis yang terus-menerus membuatnya berpotensi untuk melindungi keberlangsungan asset bangsa atau asset historis suatu komunitas local agar tetap tinggal dan bermanfaat bagi bangsa atau kelompok masyarakat pengembangnya sendiri;
e)      Di negara maju sekalipun, misalnya Perancis, Indikasi Geografis merupakan salah satu rezim Hak Kekayaan Intelektual yang telah terbukti dapat meningkatkan derajat ekonomi komunitas local yang miskin, terpencil, dan hanya memiliki satu sektor andalan, untuk menjadi basis penguatan infrastruktur lokal yang independen.

B.     Relevansi Pemberian Sertifikasi Indikasi Geografis Dikaitkan Dengan Upaya Peningkatan Nilai Tambah Komoditas Kopi Kintamani
Pemerintah akhirnya menyerahkan sertifikat Indikasi Geografis pertama untuk produk kopi arabika Kintamani Bali. Penyerahan sertifikat itu menandai babak baru dalam perlindungan hukum terhadap produk berindikasi Geografis di Indonesia.
Amanat perlindungan Indikasi Geografis sebenarnya sudah dicantumkan dalam Undang-Undang Merek (Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001). Namun, baru terealiasi setelah tujuh tahun kemudian.
Sertifikat Indikasi Geografis itu diterima oleh perwakilan kelompok Masyarakat Pelindung Indikasi Geografis Kintamani Bali. Kelompok masyarakat itulah yang berinisiatif sebagai pemohon untuk melindungi kopi arabika Kintamani Bali. Sesuai dengan sertifikat itu, ruang lingkup Indikasi Geografis kopi arabika Kintamani Bali mencakup enam kecamatan yaitu Kecamatan Kintamani, Kecamatan Bangli, Kecamatan Petang, Kecamatan Sukesade, Kecamatan Sawan dan Kecamatan Ubutambahan.
Produsen kopi di enam kecamatan itu kini memiliki hak eksklusif untuk mengedarkan atau memperdagangkan kopi dengan label kopi arabika Kintamani Bali. Produsen kopi di luar enam kecamatan itu dilarang menggunakan embel-embel kopi arabika Kintamani Bali pada label produk kopi mereka. Indikasi Geografis produk kopi arabika Kintamani Bali merupakan pilot project bagi Pemerintah Indonesia.
Dalam persiapan proses mendapatkan sertifikat itu, Indonesia mendapat bantuan dari Pemerintah Perancis. Pendaftaran produk itu akan memberikan nilai tambah dan keuntungan kepada para stake-holders yang terlibat seperti petani dan eksportir.
Sertifikat itu bisa menjadi bagian dari strategi marketing kopi arabika Kintamani Bali di pasar ekspor.
Konsumen berani membeli produk yang sudah bersertifikat dengan harga mahal karena sudah ada standar kualitas dan keunikan dari produk itu sendiri. Sekadar contoh, harga kopi arabika Kintamani Bali termasuk tertinggi di antara produk sejenis. Hingga saat ini harga kopi Kintamani Bali tercatat sekitar Rp. 38.000 per/kg.
Sertifikat itu nantinya sebagai bukti bahwa produk tersebut sudah dilindungi oleh Undang-Undang. Produk pertanian dan produk manufaktur lainnya bisa didaftarkan sebagai Indikasi Geografis, asalkan memenuhi persyaratan antara lain produk itu harus memiliki ciri khas dan atau kualitas tertentu yang hanya ada di suatu daerah tertentu.
Oleh sebab itu, sudah seharusnya ada sebuah pengaturan yang bisa memberikan perlindungan hukum atas produk spesifik Indonesia. Indikasi Geografis adalah sebuah sarana yang bisa dipergunakan oleh pemangku kepentingan dari bisnis kopi Kintamani untuk menjamin kepada konsumen bahwa kopi yang dipasarkan adalah kopi Kintamani yang sebenarnya. Lingkup perlindungannya tercantum dalam Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis yang di antaranya mengatur tentang peniruan atau penyalahgunaan lainnya yang dapat menyesatkan.
Sehubungan dengan asal tempat barang atau kualitas barang serta tindakan lainnya yang dapat menyesatkan masyarakat luas mengenai kebenaran asal barang tersebut, akhirnya dapat saja timbul anggapan di mata konsumen bahwa kopi Kintamani tidak lebih dari kopi biasa yang banyak diperdagangkan dan tidak memiliki keistimewaan.
Mengenai hal demikian, bagi setiap negara yang berpotensi memiliki produk-produk Indikasi Geografis diharapkan membangun sistem hukum yang jelas untuk dapat memberikan perlindungan hukum sekaligus mencegah praktek-praktek penggunaan Indikasi Geografis secara tanpa hak.
BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Indikasi Geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut.
Sertifikasi Indikasi Geografis bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk pertanian. Yakni dengan menjual keunikan dari citra rasa produk pertanian yang dihasilkan suatu daerah dan tidak dimiliki daerah lain.
Jika kita perhatikan, Indonesia sangat kaya akan kekayaan alam berupa hasil-hasil pertanian, barang-barang kerajinan tangan dan hasil indrustrinya, sangat banyak sekali potensi Indikasi Geografis yang perlu segera di daftarkan ke Kantor Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Indonesia.
Tidak disangsikan lagi bahwa kopi Kintamani adalah produk khas Indonesia dan Indonesia adalah satu-satunya negara yang menghasilkan kopi Kintamani. Untuk menjamin perlindungan yang lebih baik serta memberikan pendapatan yang sepadan kepada produsen-produsennya, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman Indonesia telah mengembangkan suatu operasi percontohan tentang produk Indikasi Geografis pertama, yaitu kopi di daerah Kintamani (Provinsi Bali).
Sebagai produk yang memiliki karakteristik, Kopi Kintamani telah menjema sebagai komoditas yang berharga mahal di luar negeri. Sulitnya mendapatkan kopi Kintamani asli dan tingginya harga di pasaran dunia memicu para pedagang memalsukan produk ini, sehingga dikhawatirkan terjadinya penurunan reputasi dari kopi Kintamani Indonesia.
Oleh karena itu, bagi setiap negara yang berpotensi memiliki produk-produk Indikasi Geografis diharapkan membangun sistem hukum yang jelas untuk dapat memberikan perlindungan hukum sekaligus mencegah praktek-praktek penggunaan Indikasi Geografis secara tanpa hak.

B.     Saran
Dari uraian-uraian yag telah dijelaskan diatas, dapat ditarik beberapa saran, sebagai berikut:
1.      Potensi Indikasi Geografis di Indonesia terutama yang menjadi komoditas asli seperti Kopi Kintamani perlu mendapat perlindungan agar dapat menjamin keuntungan ekonomis tertinggi dari suatu produk dapat tetap dinikmati oleh produsen dari daerah asal produk itu sendiri.
2.      Ditjen Hak Kekayaan Intelektual hendaknya proaktif mendatangi sentra-sentra produksi produk berindikasi Geografis guna memberikan penyuluhan, apabila perlu mereka bertindak sebagai konsultan dalam rangka mendorong pertumbuhan permohonan Indikasi Geografis.
3.      Masih banyak lagi kekayaan Indikasi Geografis yang harus di daftarkan, karena tersebar luas di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, peran Pemerintah Daerah untuk menginventarisasi dan membantu dalam mendaftarkan kekayaan Indikasi Geografis yang dimilikinya penting untuk dilakukan. Hal ini dilakukan karena pendaftaran produk juga merupakan bagian dari strategi marketing, sehingga produknya bisa lebih mahal dari produk sejenis.

DAFTAR PUSTAKA

Buku dan Jurnal

Miranda Risang Ayu. 2006. Memperbincangkan Hak Kekayaan Intelektual Indikasi Geografis. Bandung : PT. Alumni.
Rachmadi Usman. 2003. Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual : Perlindungan dan Dimensi Hukumnya di Indonesia. Bandung : PT. Alumni.
Tim Lindsey. 2006. Hak Kekayaan Intelektual : Suatu Pengantar. Bandung : PT. Alumni.

Literatur lainnya
Admin. 2007. Indikasi Geografis. Diunduh(http://www.aped-project.org/artikel/cupu.php?id=22) Kamis, 20 Mei 2010 Pukul 15.29.
           . 2008. Perlindungan Produk Indikasi Geografis Indonesia Masih Tertinggal.Diunduh (http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20727/perlindungan-produk-indikasi-geografis-indonesia-masih-tertinggal). Kamis, 20 Mei 2010 Pukul 16.06.
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. 2010. Prosedur Pendaftaran Indikasi Geografis.Diunduh(http://www.dgip.go.id/ebscript/publicportal.cgi?.ucid=376&ctid=25&id=1783&type=0). Kamis, 20 Mei 2010 Pukul 15.15.
Suwantin Oemar. 2008. Kopi Kintamani Babak Baru Perlindungan Indikasi Geografis.Diunduh (http://haki.depperin.go.id/advokasi-hukum/cetak.php?id=449&what=Indikasi%20Geografis). Selasa, 25 Mei 2010 Pukul 13.51.

           . 2009. Melindungi Produk Lokal Via Indikasi Geografis. Diunduh (http://haki.depperin.go.id/advokasi-hukum/cetak.php?id=275&what=Indikasi%20Geografis)  Selasa, 25 Mei 2010 Pukul 13.25.

Unordered List

Sample Text

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget