Senin, 12 Oktober 2015

Pada waktu itu, bulan Juli 2015, ada tiga orang, termasuk saya, hadir di Gudang Baliem Blue Coffee, Jl. SPMA, Belakang SPMA, Kampung Harapan, Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua.

Kami penasaran karena ada toko yang menjual oleh-oleh khas Papua sekaligus Kopi Papua, yang dibandrol dengan harga Rp.100.000,- untuk 250 kg Kopi Bubuk, dengan tulisan di kulitnya "Kopi Wamena". Kemasannya bagus, menarik, elegan, dan sudah masuk kelas. Itulah sebabnya kami mau rasa.

Tujuan utama kami mencoba Kopi Wamena buatan lain di Toko ini ialah untuk meminta kepada pemilik tokonya supaya bekerjasama dengan kami dalam memproduksi kemasan yang mereka punya, ditambah sedikit label PAPUAmart.com di dalam kemasan itu. Kami mau supaya perusahaan ini nantinya bekerjasama dengan kami dalam mengusahakan kemasan.

Saya yang minum duluan, maklum karena saya orang tertua di antara ketiga orang. Saya merasa kepala saya langsung "puyeng", berputar-putar sama dengan kepala saya pada saat saya waktu kecil main-main putar-putar badan lalu puyeng seperti itu. Saya pegang tembok gubuk di mana kami ada. Di gudang BBCoffee ada satu pos kecil, yaitu buguk penerima tamu yang kami buat. Di situlah biasanya kami lakukan "cupping" setelah kedatangan kopi baru. Dan pada saat ini kami sedang duduk bertiga. Saya pegang tembok gubuk dan bertahan sedikit. TANPA komentar apa-apa.

Kami lanjutkan cerita mengenai Gubernur Papua tidak ada di tempat pada saat Presiden Joko Widodo datang resmikan PON yang akan berlangsung tahun 2020. Peresmian sedang berlangsung hanya 400 meter di depan kami, tidak jauh.

Tiba-tiba teman minum saya yang satu berdiri dan lari. Dia bilang "Saya cari pepaya atau apa saja yang saya bisa makan, soalnya kepala saya sudah pusing!" Ini dia yang tadinya pergi ke toko tadi untuk membeli Kopi kemasan indah dan bagus tadi. Dia-lah yang duluan mengaku pusing.

Yang satunya lagi memang tadinya merasa pusing tetapi dia diam saja, sama dengan saya.

Kami bertiga hanya sempat minum paling banyak tiga kali dari gelas kopi kami. Kami bertiga sama-sama merasa pusing. Kami bertiga lalu putuskan untuk minum air putih yang banyak, lalu coba bertahan, tetapi rasa "puyeng" malah semakin mengada-ada. Kami bertiga putuskan untuk makan pepaya, kebetulan di gudang ada beberapa pohon pepaya. Itupun tidak menolong. Kami bertiga terpaksa mengosongkan gubuk penerima tamu ini, dan ke gubuk istirahat, yaitu gubuk paling sudut di belakang gudang.

Ditu kami habiskan berjam-jam lamanya beristirahat, bukan sekedar berbaring tetapi tidur pulas.

Itulah nasib kalau coba-coba dengan Kopi palsu Papua, Kopi Palsu Wamena, resikonya pusing-pusing, resikonya rasa pahit, resikonya justru kesan "tidak baik" dari penikmat kopi. Padahal Kopi Asli Papua tidaklah begitu mengecewakan, malahan sangat membanggakan.

Semoga cerita singkat ini mencerahkan kita semua, dan mengingatkan kita tentang pengalaman Kopi Palsu Papua lainnya.

0 komentar:

Posting Komentar

Unordered List

Sample Text

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget